Selasa, 12 Desember 2017

Mengelola Dana Desa di Jalan yang Benar



Mendengar dana desa, bisa jadi yang terpikirkan bukan lagi harapan akan semakin sejahteranya masyarakat desa, tetapi mungkin rasa nyinyir, kecewa bahkan mungkin marah akibat demikian menyengatnya aroma tidak sedap terkait pengelolaan dana desa tercium. Banyaknya kasus yang mempertontonkan betapa dana desa hanya dijadikan "bancakan" oleh oknum-oknum mulai dari aparat desa hingga kepala daerah sungguh membuat kita semua prihatin. Sungguh perlu langkah efektif untuk mencegah agar tidak semakin meluas dan jadi preseden.
Sejak awal, sejatinya sudah memunculkan kekhawatiran tentang pengelolaan dana desa tersebut. Muncul kecemasan bahwa dana besar yang mengalir ke desa, tanpa persiapan sistem, sumber daya manusia dan budaya kerja akan sangat  berpotensi disalahgunakan. Penangkapan Bupati Pamekasan Achmad Syafii Yasin, Kepala Inspektorat Pamekasan Sutjipto Utomo, Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudy Indra, dan Kepala Desa Dasok Agus Mulyadi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi beberapa waktu lalu semakin menegaskan bahwa kekhawatiran tersebut tidak berlebihan.
Persoalan lain berkaitan dana desa adalah minimnya serapan atau pemanfaatannya. Beberapa daerah, kepala desanya  enggan mengelola dana desa karena takut terseret kasus hukum. Persoalan lain, kualitas aparatur di perdesaan belum merata dalam hal visi membangun desa. Kemampuan mereka untuk menyusun anggaran desa serta menyusun program pembangunan desa jangka menengah dan panjang, belum merata. Persoalan ini perlu dikelola secepatnya sehingga dana desa yang didengung-dengungkan tidak berakhir hanya sebatas program. Rakyat berharap banyak, program dana desa ini benar-benar dapat membangun perdesaan.
Kondisi seperti ini hanya dapat diatasi oleh pemahaman yang benar mengenai dana desa. Mereka yang duduk di pemerintahan kabupaten maupun kota serta di perangkat desa harus sudah paham benar adanya dasar pelaksanaan berupa peraturan bupati/wali kota. Di tingkat desa harus ada anggaran pendapatan dan belanja desa, rencana kerja pembangunan desa, dan rencana pembangunan jangka menengah desa.
Pemahaman yang komprehensif mengenai aturan niscaya membuat perangkat desa bertanggung jawab dan tidak semena-mena memanfaatkan dana desa. Mereka juga tidak akan takut dikriminalisasi karena tahu dasar hukum pelaksanaan. Pengertian akan aturan ini semakin lengkap bila program pendampingan seperti yang sudah dipatronkan sejak awal, berjalan baik. Selain mengerti aturan, syarat lain adalah para aparatur pemerintahan daerah memiliki visi membangun daerahnya. Tanpa visi pembangunan desa yang jelas membuat dana besar yang digelontorkan dari pusat tak akan tepat sasaran. Kualitas para pemimpin di desa-desa berkaitan dengan pemilihan oleh masyarakat desa.
Harus diakui, bahwa saat ini program pendampingan belum terlaksana dengan sempurna. Para pendamping belum selesai direkrut. Pendaftaran pendamping sudah dibuka namun keputusan soal pengangkatan mereka belum dikeluarkan. Kesiapan aparat desa adalah syarat mutlak keberhasilan program dana desa. Pemerintah harus memastikan sampai ke daerah paling luar Indonesia bahwa aparat desa sudah siap. Harus ada standar untuk mengukur kesiapan para aparatur desa. Selain itu sosialisasi dan bimbingan teknis harus dipastikan sudah sampai semua wilayah administrasi desa.

Menutup Ruang Korupsi
Korupsi merupakan fungsi dari keinginan aparat untuk mengambil uang negara dan terbukanya peluang untuk melakukan korupsi. Ruang pengawasan harus dibuka seluas mungkin. Ruang terjadinya korupsi haruslah ditutup dengan sistem yang transparan dan akuntabel. Pendampingan terhadap aparat di desa diperlukan agar birokrat/aparat desa bisa memanfaatkan dana desa untuk kepentingan yang bisa menggerakkan ekonomi pedesaan dan bukan untuk kepentingan pribadi kepala desa. Tanpa ada pendampingan, mengalirnya dana desa bisa salah sasaran.
Kebijakan yang baik harus dilakukan dengan cara yang baik pula, agar hasilnya sempurna. Membangun kapasitas kelembagaan itu sudah mendesak dilakukan. Aspek-aspek pengembangan kapasitas dan tata kelola, seperti responsif, partisipatif, transparansi, akuntabilitas, konsensus, efektif dan efisien harus dijabarkan secara rinci dan aplikatif. Indikator kemampuan pun harus jelas, dan itu menentukan realisasi dan jumlah alokasi dana. Tanpa itu, pemerintah hanya seperti membuang garam ke laut. Sebelum pemerintah benar-benar bisa memastikan kemampuan kapasitas kelembagaan desa, tak ada salahnya melakukan moratorium pencairan dana desa.
Kunci keberhasilan dana desa adalah perencanaan yang baik dan keterlibatan warga dalam dalam perencanaan dan pengawasan. Yang paling krusial adalah banyak desa belum paham ketika mereka dikasih uang, dikasih dana untuk membangun desa, kadang-kadang mereka tidak tahu harus diapain. Ini yang penting aparat desa diberikan pemahaman-pemahaman. Termasuk warganya diberi pemahaman bahwa mereka punya hak untuk juga terlibat dalam rencana pembangunan desa. (Wahyu Kuncoro SN/Wartawan Harian Bhirawa)

Tidak ada komentar:

Menyuburkan Akar Budaya Pancasila yang Meranggas

Pengantar : Esai berjudul “ Menyuburkan Akar Budaya Pancasila yang Meranggas ” karya Wahyu Kuncoro SN ini merupakan naskah yang berhas...