Mendengar dana desa, bisa jadi yang
terpikirkan bukan lagi harapan akan semakin sejahteranya masyarakat desa,
tetapi mungkin rasa nyinyir, kecewa bahkan mungkin marah akibat demikian menyengatnya
aroma tidak sedap terkait pengelolaan dana desa tercium. Banyaknya kasus yang
mempertontonkan betapa dana desa hanya dijadikan "bancakan" oleh
oknum-oknum mulai dari aparat desa hingga kepala daerah sungguh membuat kita
semua prihatin. Sungguh perlu langkah efektif untuk mencegah agar tidak semakin
meluas dan jadi preseden.
Sejak awal, sejatinya sudah memunculkan
kekhawatiran tentang pengelolaan dana desa tersebut. Muncul kecemasan bahwa dana
besar yang mengalir ke desa, tanpa persiapan sistem, sumber daya manusia dan
budaya kerja akan sangat berpotensi
disalahgunakan. Penangkapan Bupati Pamekasan Achmad Syafii Yasin, Kepala
Inspektorat Pamekasan Sutjipto Utomo, Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudy
Indra, dan Kepala Desa Dasok Agus Mulyadi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi beberapa
waktu lalu semakin menegaskan bahwa kekhawatiran tersebut tidak berlebihan.
Persoalan lain berkaitan dana desa adalah
minimnya serapan atau pemanfaatannya. Beberapa daerah, kepala desanya enggan mengelola dana desa karena takut
terseret kasus hukum. Persoalan lain, kualitas aparatur di perdesaan belum
merata dalam hal visi membangun desa. Kemampuan mereka untuk menyusun anggaran
desa serta menyusun program pembangunan desa jangka menengah dan panjang, belum
merata. Persoalan ini perlu dikelola secepatnya sehingga dana desa yang
didengung-dengungkan tidak berakhir hanya sebatas program. Rakyat berharap
banyak, program dana desa ini benar-benar dapat membangun perdesaan.
Kondisi seperti ini hanya dapat diatasi
oleh pemahaman yang benar mengenai dana desa. Mereka yang duduk di pemerintahan
kabupaten maupun kota serta di perangkat desa harus sudah paham benar adanya
dasar pelaksanaan berupa peraturan bupati/wali kota. Di tingkat desa harus ada
anggaran pendapatan dan belanja desa, rencana kerja pembangunan desa, dan rencana
pembangunan jangka menengah desa.
Pemahaman yang komprehensif mengenai aturan
niscaya membuat perangkat desa bertanggung jawab dan tidak semena-mena
memanfaatkan dana desa. Mereka juga tidak akan takut dikriminalisasi karena
tahu dasar hukum pelaksanaan. Pengertian akan aturan ini semakin lengkap bila
program pendampingan seperti yang sudah dipatronkan sejak awal, berjalan baik. Selain
mengerti aturan, syarat lain adalah para aparatur pemerintahan daerah memiliki
visi membangun daerahnya. Tanpa visi pembangunan desa yang jelas membuat dana
besar yang digelontorkan dari pusat tak akan tepat sasaran. Kualitas para
pemimpin di desa-desa berkaitan dengan pemilihan oleh masyarakat desa.
Harus diakui, bahwa saat ini program
pendampingan belum terlaksana dengan sempurna. Para pendamping belum selesai
direkrut. Pendaftaran pendamping sudah dibuka namun keputusan soal pengangkatan
mereka belum dikeluarkan. Kesiapan aparat desa adalah syarat mutlak
keberhasilan program dana desa. Pemerintah harus memastikan sampai ke daerah
paling luar Indonesia bahwa aparat desa sudah siap. Harus ada standar untuk
mengukur kesiapan para aparatur desa. Selain itu sosialisasi dan bimbingan
teknis harus dipastikan sudah sampai semua wilayah administrasi desa.
Menutup Ruang
Korupsi
Korupsi merupakan fungsi dari keinginan
aparat untuk mengambil uang negara dan terbukanya peluang untuk melakukan
korupsi. Ruang pengawasan harus dibuka seluas mungkin. Ruang terjadinya korupsi
haruslah ditutup dengan sistem yang transparan dan akuntabel. Pendampingan
terhadap aparat di desa diperlukan agar birokrat/aparat desa bisa memanfaatkan
dana desa untuk kepentingan yang bisa menggerakkan ekonomi pedesaan dan bukan
untuk kepentingan pribadi kepala desa. Tanpa ada pendampingan, mengalirnya dana
desa bisa salah sasaran.
Kebijakan yang baik harus dilakukan dengan
cara yang baik pula, agar hasilnya sempurna. Membangun kapasitas kelembagaan
itu sudah mendesak dilakukan. Aspek-aspek pengembangan kapasitas dan tata
kelola, seperti responsif, partisipatif, transparansi, akuntabilitas,
konsensus, efektif dan efisien harus dijabarkan secara rinci dan aplikatif.
Indikator kemampuan pun harus jelas, dan itu menentukan realisasi dan jumlah
alokasi dana. Tanpa itu, pemerintah hanya seperti membuang garam ke laut. Sebelum
pemerintah benar-benar bisa memastikan kemampuan kapasitas kelembagaan desa,
tak ada salahnya melakukan moratorium pencairan dana desa.
Kunci
keberhasilan dana desa adalah perencanaan yang baik dan keterlibatan warga
dalam dalam perencanaan dan pengawasan. Yang paling krusial adalah banyak desa
belum paham ketika mereka dikasih uang, dikasih dana untuk membangun desa,
kadang-kadang mereka tidak tahu harus diapain. Ini yang penting aparat desa
diberikan pemahaman-pemahaman. Termasuk warganya diberi pemahaman bahwa mereka
punya hak untuk juga terlibat dalam rencana pembangunan desa. (Wahyu Kuncoro SN/Wartawan Harian Bhirawa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar