Kamis, 24 Juli 2008

Menghitung Peluang Cagub dalam Putaran Dua Pilgub Jatim



Keinginan publik Jatim untuk segera mengetahui siapa gubernur yang baru nampaknya harus sedikit tertunda. Dari hasil quick count menunjukkan bahwa perolehan suara terbanyak masih dibawah angka 30 %, imbasnya untuk menentukan Gubernur terpilih harus berlangsung dua putaran.
Berdasar hasil perhitungan cepat yang dilakukan oleh berbagai lembaga survei menunjukkan pasangan KarSa (Soekarwo-Saifullah Yusuf) dan KaJi (Khofiffa-Mudjiono) yang akan kembali bertarung dalam putaran kedua nanti.
Melajunya KarSa dan KaJi dalam perolehan suara Pilgub kemarin sejatinya juga menegaskan bahwa Pilgub lebih merupakan pertarungan figur ketimbang pertarungan partai politik. KarSa dan KaJi adalah figur yang didukung oleh partai-partai yang relatif kecil, namun berkat figur yang kuat mampu mendongkrak perolehan suaranya.
Sementara calon yang berasal dari partai-partai besar yakni Golkar, PDIP dan PKB justru keok dalam perolehan suaranya. Namun demikian, tentu saja kondisi tersebut tidak lantas dengan mudah bisa menyimpulkan bahwa partai politik menjadi tidak penting dalam mendulang suara. Keduanya (figur dan partai politik) merupakan kekuatan harus saling bersinergi untuk mampu mendapatkan dukungan suara secara optimal.
Selain mampu membuktikan bahwa peran figur lebih dominan dibandingkan dengan partai politik, hasil Pilgub kemarin juga mampu menunjukkan adanya fenomena perolehan suara yang menarik untuk disimak. Misalnya saja perolehan suara yang didapat oleh pasangan SR (Sucipto-Ridwan) yang didukung PDIP ternyata mampu meraih dukungan yang signifikan. Dari perhitungan quick count saja mampu meraup dukungan dalam kisaran 20 persen. Padahal banyak pihak memprediksi bahwa dukungan untuk SR ini akan kecil.
Keputusan DPP yang merekomendasikan Sucipto sebagai Cagub yang notabene dalam forum Rakerdasus kalah telak dari Soekarwo dinilai sebagian pengamat merupakan blunder yang akan menggembosi dukungan calon dari PDIP. Namun dengan hasil yang diperoleh tersebut setidaknya membuktikan bahwa konstituen PDIP cukup loyal dan solid. Dan ini mungkin yang akan dijaga untuk Pemilu 2009 mendatang. Karena alasan kepentingan Pemilu 2009 lah yang membuat DPP PDIP membuat keputusan tidak populer dengan memilih kader sendiri (meski kalah telak dalam Rakerdasus) untuk runing dalam Pilgub Jatim.
Dukungan suara yang didapatkan pasangan SR juga tidak bisa dilepaskan dari faktor Ridwan Hisjam. Sebagai mantan Ketua DPD Golkar Jatim, tentu Ridwan memiliki insfrastruktur politik yang cukup kuat. Kedekatannnya dengan kalangan pesantren diperkirakan ikut memasok pundi-pundi suara yang diraih pasangan SR. Selain itu ikatan emosional dengan para pendukung golkar terbukti juga masih kuat. Hal ini terlihat dari perolehan suara yang tinggi khususnya di kantong-kantong golkar. Kondisi ini membuktikan bahwa di mata kader dan simpatisan golkar sosok Ridwan Hisyam masih disegani dan dihormati.
Hasil yang di luar dugaan adalah perolehan suara untuk Salam (Soenarjo-Ali Maschan Moesa). Pasangan ini awalnya merupakan pasangan yang paling kuat dan diprediksikan akan dengan mudah melenggang menuju kursi L-1. Didukung oleh partai besar Golkar plus sosok Ali Mascahn Musa yang mantan Ketua PW NU Jatim dinilai akan menjadi garansi bila kemenangan dalam Pilgub sudah berada dalam genggaman. Namun, ketidakmampuannya dalam mengelola sumber daya politiknya membuat perlahan-lahan popularitasnya merosot. Kemunculan figur Soekarwo juga menjadi faktor mulai meredupnya popularitas Soenarjo. Sehingga publik kemudian memprediksikan bahwa Soenarjo dan Soekarwo akan bersaing ketat dalam Pilgub Jatim. Namun peta kemudian berubah dengan kemunculan Khofifah. Meski sedikit terlambat start, namun popularitas mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan ini meroket cepat. Dan akhirnya terbukti dalam hasil Pilgub ini mampu menempel ketat perolehan suara KarSa.
Sementara hasil suara yang diraih pasangan Achmady-Suhartono yang disingkat Achsan tidak jauh dengan yang diprediksikan banyak pihak. Konflik PKB yang berkepanjangan berikut figur yang kurang kuat membuat angka yang diperolehnya pun terpuruk. Yang barangkali bisa dibaca dari angka dukungan Achmady adalah barangkali lebih merepresentasi dukungan warga Nahdliyin terhadap Gus Dur.

Menghitung Peluang
Berangkat dari fakta di atas, maka hampir pasti semua konsentrasi para tim sukses akan menatap Pilgub Putaran kedua nanti. Bukan saja para tim sukses yang calonnya bakal bertarung di putaran kedua, tetapi tim sukses yang calonnya gagal pun tetap akan ikut menentukan peta pertarungan di babak kedua nanti. Dengan demikian pertarungan politik di babak kedua ini jelas akan habis-habisan dan akan berlangsung lebih keras dan bukan tidak mungkin tensi dan peluang konflik lebih besar dibandingkan pilgub di putaran pertama.
Variabel penting yang akan menentukan siapa yang menang dalam putaran kedua nanti justru berada pada pasangan calon yang kalah. Yakni akan dialihkan kemana dukungan masa yang diperolehnya.
Hemat penulis, dalam putaran kedua nanti pasangan Karsa kurang diuntungkan oleh situasi politik yang ada. Meski KarSa –berdasar quick count-- mendulang suara terbanyak pada putaran pertama, namun untuk memenangkan putaran kedua akan sangat berat karena kondisi politik yang kurang menguntungkan.
Beberapa catatan penting yang relevan disodorkan betapa KarSa butuh kerja keras untuk mempertahankan kemenangannya sebagaimana diraih pada putaran pertama, setidaknya adalah sebagai berikut :
Pertama, bahwa potensi KarSa untuk mendapatkan limpahan suara dari para calon yang kalah cukup sulit. Dari pasangan SR misalnya, meskipun Pakde Karwo pernah ikut Rakerdasus dan akhirnya mendapat dukungan mutlak tetapi ternyata DPP berkata lain. Imbasnya, di arus bawah PDIP muncul gejolak apakah mendukung Pakde Karwo ataukah Sucipto. Maka kemudian munculah rumor penggembosan yang dilakukan pendukung KarSa. Kondisi ini jelas membuat ‘tidak nyaman’ elit PDIP. Dan bila kondisi itu tetap bertahan maka akan sulit bagi KarSa untuk mendapatkan limpahan dukungan dari PDIP. Hal yang sama juga terjadi dari pasangan Salam. Secara politik persaingan figur Soekarwo dan Soenarjo terasa ‘panas’ di lingkungan birokrasi. Sikap ‘saling bunuh’ antar keduanya yang diekspresikan dari kebijakan mutasi, politik anggaran dalam penyusunan APBD seolah menjadi api dalam sekam yang sewaktu-waktu bisa meledak.
Soenarjo yang merasa ‘dirugikan’ tentu memendam ‘sakit hati’ atas kebijakan–kebijakan yang diambul Soekarwo. Bukan tidak mungkin Pilgub putaran kedua nanti menjadi momentum paling tepat untuk membalas dendam dengan mengalihkan dukungan Salam ke Kaji. Kemenangan Kaji bisa jadi lebih memberikan rasa aman bagi orang-orang Soenarjo yang ada di birokrasi. Sementara dari masa pendukung pasangan Achsan (Achmady-Suhartono) yang diperkirakan merupakan massa riil pendukung Gus Dur juga lebih memungkinkan dialihkan ke Kaji. Dasar pemikirannya, Khofifah relatif tidak bermasalah dengan Gus Dur dibandingankan Gus Ipul. Selain itu, sikap PB NU sendiri yang direpresentasikan oleh HasyimMuzadi yang secara sembunyi-sembunyi mendukung Khofifah jelas akan menyulitkan upaya Karsa untuk menambah pundi-pundi suara dari warga Nahdliyin. Dan bukan tidak mungkin, keberhasilan Khofifah untuk melaju ke putaran dua Pilgub Jatim akan membuat PB NU secara all out memberikan dukungan kepada Khofifah.
Kedua, bahwa bila dilihat dari konstelasi politik di level nasional ternyata juga kurang menguntungkan posisi KarSa. Sabagai Cagub diajukan partai demokrat yang notabene pendukung SBY, jelas kemenangan Karsa nanti akan dipersepsikan bakal menjadi kaki politik SBY dalam Pilpres mendatang. Berangkat dari kepentingan tersebut, maka bisa jadi partai-partai yang tidak menginginkan SBY menjadi presiden lagi akan bahu-membahu menghadang langkah SBY. Salah satunya dengan menghadang majunya Karsa menjadi gubernur Jatim. Bila ini benar, maka dalam putaran kedua nanti bukan tidak mungkin Karsa akan dikeroyok ramai-ramai partai yang tidak menginginkan SBY menang dalam Pilpres.
Bahwa analisis di atas hanyalah analisis di atas kertas yang bisa berlaku dan juga tidak. Politik bukan hanya hitung-hitungan di atas kertas, sehingga apapun bisa terjadi. Catatan di atas hanyalah ingin menggambarkan betapa berat dan kerasnya perjuangan yang harus dilakukan agar bisa menang dalam putaran kedua nanti.
Meski terlihat butuh perjuangan berat, namun peluang KarSa untuk menang tetap terbuka lebar dengan catatan : Pertama, segenap tim sukses Karsa harus mampu menjual dan menjajakan kekuatan figurnya. Sehingga kalaupun kemudian partai politik besar tidak mendukungnya, namun ketokohan dan kekuatan figurnya akan mampu merebut dukungan publik. Apalagi dalam pilgub kekuatan tokoh/figur relatif lebih menentukan dibandingkan instrumen partai. Kedua, Karsa harus membangun komunikasi politik dengan elit partai. Komunikasi ini jelas bukan hanya pada level Jatim tetapi pada level nasional. Kunci komunikasi politik dalam tradisi kita adalah modal. Jadi butuh modal besar untuk bisa membeli dukungan dari parpol-parpol lain. Ketiga, tim sukses Karsa harus secara serius menggarap massa yang selama ini diidentifikasikan sebagai golput. Angka golput dalam Pilgub Jatim yang menyentuh kisaran 40 % jelas bukan angka yang kecil. Sehingga masih terbuka lebar peluang untuk mengais suara dari kelompok ini.
Oleh karenanya KarSa harus mampu meyakinkan mereka (golput) untuk memberikan hak pilihnya. Sekali lagi, perlu kerja dan modal besar untuk bisa memenangkan putaran kedua nanti. Siapa yang mau kerja keras dan didukung modal besar lebih berpeluang untuk memenangkan pertarungan di putaran kedua.
Wallahu’alam Bhis-shawwab

Rabu, 23 Juli 2008

Nurma Izzah, Met Menempuh Hidup Baru


Nurma Izzah, Met Menempuh Hidup Baru yaa..
Namanya semanis wajahnya... Lembutnya juga selembut sinar matanya... Kalau nggak percaya lihat aja fotonya...Namun egoisnya yaa ampun...Namun apapun sifat dan sikapnya, aku bersyukur punya teman seperti Izzah..Kabarnya sih bulan Agustus nanti sahabatku ini akan menikah. Aku bersyukur setelah sekian lama menanti Izzah ternyata telah menemukan tambatan hatinya yang cocok dan akan menjadi teman berbagi nantinya... Semoga, nanti aku diundang.. Insyaallah aku akan datang kok bersama istri dan anakku... Mungkin sekarang ini lagi sibuk-sibuknya mikirin persiapan pernikahan.. Ya sudah met bersibuk ria.. Kalau ada yang bisa aku bantu... pasti aku bantu.. Masih disimpan nomor telpku... Kalau sudah dihapus yaa nggak paa2... Ok dech, met menempuh hidup baru yaa..

Ntar kalo udah menikah, egoisnya dikurangin yaa.. Kasihan suamimu nanti terus bilang Capek Dech.. mikirin kamu terus


Salam manis sll

WKSN

Kamis, 17 Juli 2008

Hari Pertama Masuk Play Grup


Senin (14/7) adalah hari pertama Matahariku –sebutan untuk buah hatiku—Risyad Nazhir Aqila masuk Play Grup yang dikelola Aisyiah Kec Wiyung Surabaya. Meskipun sebelum mendaftar playgrup Risyad sudah ikut kelompok bermain ataupun les bahasa, tetapi hari pertama masuk playgrup benar-benar membuat kami was-was. Kecemasan itu berawal dari kebiasaan RIsyad yang agak susah mandi pagi. Padahal untuk masuk playgrup harus pagi-pagi banget. Selain itu, Risyad adalah tipe anak yang pemalu sehingga kami khawatir dia akan menangis saat bertemu dengan banyak orang yang tidak dikenalnya. Dan terbukti, kecemasan kami tersebut benar-benar menjadi nyata. Kami harus memaksanya untuk mandi hingga menangis sekeras-kerasnya. Demikian juga saat masuk halaman sekolahnya Risyad juga langsung menangis dan minta pulang… Namun semua itu hanya berlaku di hari pertama saja… Hari berikutnya semua bisa dikendalikan. Meski pemalu dan mudah menangis, sebenarnya Risyad adalah anak yang cerdas dan bijaksana (seperti ayahnya). Artinya, untuk mengajak melakukan hal-hal yang baru perlu ada diskusi panjang dulu (merayu, red). Karena Risyad sepertinya paham apa yang sebenarnya diinginkan ayah bundanya… Kini untuk mandi pagi tidak mudah lagi. Bahkan bangun tidur dan harimasih gelap kadang minta mandi.. Demikian juga saat di sekolah juga mulai bisa menikmatinya….
Semoga sekolah play grup ini akan menjadi pijakan langkah bagi matahariku untuk menjadi pemimpin besar di masa depan sebagaimana keinginan kami yang terekspresikan dari namanya Risyad Nazhir Aqila yang kami tafsirkan sebagai Pemimpin cerdas yang akan jadi Penunjuk Jalan bagi orang-orang disekitarnya...
Amien..

Menyuburkan Akar Budaya Pancasila yang Meranggas

Pengantar : Esai berjudul “ Menyuburkan Akar Budaya Pancasila yang Meranggas ” karya Wahyu Kuncoro SN ini merupakan naskah yang berhas...