Kamis, 21 Mei 2009

Wartawan Bhirawa Juara Harapan III Lomba Jurnalistik ESDM

Wartawan Harian Bhirawa Wahyu Kuncoro SN harus berpuas diri meraih juara harapan ketiga dalam Journalist Writing Competiton yang digelar Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Ajang yang melombakan katagori artikel dan foto tersebut akhirnya dimenangkan wartawan Jakarta Globe Reva Sasistiya dan fotografer Kompas, Lucky Pransiska. Keduanya masing-masing berhak atas hadiah Rp10 juta. Selain uang tunai, Reva dan Lucky juga berhak atas hadiah kunjungan ke Freeport . Demikian disampaikan humas Fortune PR Dadan dalam jumpa pers Senin (25/5) kemarin.
Menurut Dadan, lomba yang digelar Departemen ESDM kerja bareng dengan Fortune PR dan Indonesiaenergywatch.com menyediakan total hadiah Rp52,5 juta, di luar hadiah kunjungan dan voucher Telkomsel. Karya artikel dan foto peserta ditetapkan yang diterbitkan dalam media massa periode Februari hingga April 2009.
Urutan pemenang selengkapnya : Kategori artikel: (1). Reva Sasistiya (Jakarta Globe: Carbon Credits Eyed for ‘Fast-Track’), uang tunai Rp10 juta + kunjungan ke Freeport. (2) . Rudi Ariffianto (Bisnis Indonesia: Berharap Banyak pada Gas Kota), uang tunai Rp. 7,5 juta + kunjungan ke Kaltim Prima Coal. (3). Anjar Fahmianto (Republika: Hemat Energi dengan Kotoran Sapi),uang tunai Rp5 juta + Kunjungan ke Kilang Balongan Pertamina). Pemenang harapan: (1). Dudi Rahman (Investor Daily News: Eksplorasi Isi Perut di Pundak Ahli Geologi),uang tunai Rp2,5 juta + voucher Telkomsel Rp500 ribu. (2). Egenius Soda (Majalah Tambang: Genderang 10.000 MW Tahap II Mulai Ditabuh), uang tunai Rp2,5 juta + voucher Telkomsel Rp400 ribu. (3). Wahyu Kuncoro SN (Harian Bhirawa. Surabaya: Alternatif Pilihan Atasi Krisis Energi), uang tunai Rp2,5 juta + voucher Telkomlsel 300 ribu. Kategori Foto: (1) Lucky Pransiska (Kompas), uang tunai Rp10 juta + Kunjungan ke Freeport. (2). Saiful Bahri (Antara), uang tunai Rp7,55 juta + kunjungan ke Kaltim Prima Coal. (3). Yusuf Ahmad (Reuters), uang tunai Rp5 juta + kunjungan ke Kilang Balongan . ist

Senin, 11 Mei 2009

Hidup benar-benar harus memilih……

Tidak mudah dan sederhana memang menjadi kepala keluarga. Banyak pilihan-pilihan yang sesungguhnya terlihat sederhana namun ternyata banyak menguras pikiran dan perasaan.
Sebagai seorang kepala keluarga dengan kemampuan ekonomi yang relatif pas-pasan tentu harus berpikir panjang agar bisa menjaga biduk keluarga tetap kokoh berdiri, dan lebih penting lagi adalah agar masa depan keluarga lebih baik.
Dalam jangka pendek yang aku pikirkan memang bagaimana bisa segera menyelesaikan istana kecilku.. Dengan income sebagai seorang wartawan koran kecil memang seperti bermimpi bisa memiliki istana kecil dalam jangka pendek. Namun aku selalu percaya, bahwa berapapun yang kita terima harus disisakan untuk ditabung demi mewujudkan mimpi memiliki istana kecil. Imbasnya memang tidak banyak anggaran yang bisa digunakan untuk sekadar bersenang-senang. Namun, bagiku itu tidak mengapa.
Dalam situasi serba terbatas tersebut kadang harus dihadapkan pada pilihan apakah harus menyenangkan keluarga sekarang ataukah mempersiapkan kebahagiaan di masa mendatang..... Memang mudah untuk menjawab, keduanya harus seimbang... Idealnya, memang sebagai suami bisa membahagiakan anak dan istri di saat-saat sekarang ini... Namun kadang kala keinginan tersebut harus bertabrakan dengan langkah untuk membangun dan investasi di masa mendatang... Kadang aku bersedih ketika istriku tercinta protes, kenapa belanja tidak cukup atau mepet ? Aku selalu mengatakan karena gaji juga hrs ditabung, untuk asuransi dll....
”Jadi demi kebagian anak kita mendatang, apa salahnya kita saat ini sedikit menahan diri” demikian selalu kilahku saat diprotes... Meski terlihat tegar, namun kadang hatiku menangis ketika melihat istri bersedih hanya gara-gara meminta sesuatu yang tidak aku penuhi....
Meski sebenarnya tidak sampai hati melakukannya, tetapi aku kadang harus memilih membuat istriku kecewa... Tetapi percayalah semua adalah untuk kepentingan dan kebaikan keluarga...... bersambung (ngantuk....)

Selasa, 05 Mei 2009

”Parpol Tak Konsisten Terapkan Sistem Rekrutmen Kepemimpinan”





Surabaya, Bhirawa
Partai politik tidak memiliki konsistensi untuk menerapkan sistem rekrutmen yang telah dibangunnya sendiri. Akibatnya banyak kader-kader potensial yang dimiliki parpol menjadi tidak mendapatkan tempat. Demikian penilaian Dr Yuddy Chrisnandi, ME salah satu capres yang diusung oleh Dewan Integritas Bangsa (DIB) seusai menjadi pembicara pada Dialog Kebangsaan yang digelar Credo Studies, Selasa (5/5) kemarin.
Sebagai bukti, papar anggota Komisi I DPR RI, sebagian besar partai masih menyandarkan pada figur-figur yang sudah tua. Misalnya PDIP masih tergantung pada figur Megawati, PAN masih dikendalikan Amien Rais bahkan partai-partai baru pun juga dihuni oleh figur-figur lama seperti Hanura masih dikendalikan Wironto, Gerindra oleh Prabowo Subianto dan sebagainya. Hal yang kurang lebih sama pun terjadi di Golkar.
”Meski saya dari Golkar, harus diakui Partai ini dalam urusan rekrutmen kepemimpinan cenderung pragmatis dan melupakan aspek kompetensi dan regenerasi. Akibatnya, struktur kepengurusan di DPP ya itu-itu saja,” jelas anggota Dewan pakar Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) ini. Meskipun banyak kekurangan yang ada di tubuh Golkar, Yuddy masih tetap istiqomah untuk terus berjuang bersama Golkar.
”Meski banyak tawaran untuk bergabung dengan partai lain baik partai lama maupun baru, namun saya tetap konsisten untuk tetap di Golkar. Saya percaya di Golkar masih banyak orang-orang baik yang bisa diajak untuk membangun partai dan bangsa ini,” jelasanya mantap. Lantaran itu, Doktor ilmu polik dari Universitas Indonesia (UI) ini menyatakan kesiapannya untuk memimpin Golkar dalam Munas Golkar tahun 2012 mendatang.
”Sudah saatnya anak muda diberi kesempatan jadi pemimpin. Dan saya siap memimpin Golkar menuju yang lebih lagi,” ucapnya mantap yang disambut tepuk tangan meriah peserta dialog.
Dialog kebangsaan yang dimoderatori Redaktur Pelaksana Bhirawa Wahyu Kuncoro SN tersebut juga menghadirkan pengamat politik Haryadi, Msi dari Fisip Unair Surabaya. Dalam analisisnya, Haryadi menilai bahwa keberadaan partai saat ini lebih banyak mengabaikan peran normatif partai. Terbukti, sedikit sekali partai yang mau membangun modal sosial, melakukan pendidikan politik dan sebagainya.
”Politisi lebih sibuk ngurusi dirinya sendiri dan melupakan peran sosialnya terhadap masyarakat,” jelas Haryadi. Akibatnya, banyak tokoh-tokoh dan pimpinan partai politik yang gagal menjadi caleg. Kondisi tersebut lanjut Haryadi merupakan ongkos yang harus dibayar oleh para politisi khususnya para pimpinan partai yang tidak pernah berkomunikasi dengan konstituennya. bhi

Menyuburkan Akar Budaya Pancasila yang Meranggas

Pengantar : Esai berjudul “ Menyuburkan Akar Budaya Pancasila yang Meranggas ” karya Wahyu Kuncoro SN ini merupakan naskah yang berhas...