Jumat, 14 Agustus 2009

Wartawan Bhirawa Terima Anugerah Ristek 2009



Wartawan Harian Bhirawa Wahyu Kuncoro SN baru saja meraih Anugerah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) 2009. Bagi alumnus Teknik Kimia ITS yang memulai karier jurnalistik sejak 2003 ini, penghargaan Anugerah Ristek 2009 yang diterimanya melengkapi berbagai gelar yang diterimanya selama tahun 2009 ini. Menurut Wahyu, selama 2009 ini sudah empat penghargaan level nasional yang diterimanya, diantaranya dari Kementerian LH, Menpora dan menteri ESDM.
Penghargaan Anugerah Ristek 2009 diberikan Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) Kusmayanto Kadiman mewakili Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, didampingi Menteri Negara Komunikasi dan Informatika M Nuh dan Menteri Perindustrian Fahmi Idris, pada acara acara puncak peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke-14 tahun 2009, di Auditorium Badan Pengkajian dan Penerapan (BPP) Teknologi, Jalan MT Tamrin No 8, Jakarta, Senin (10/8).
Anugerah Iptek 2009 untuk kategori penulis dan jurnalis ini diberikan atas dasar publikasi yang ditulis oleh jurnalis ataupun penulis di media massa selama periode Agustus 2008 hingga Juli 2009. Publikasi yang masuk kemudian diberikan penilaian oleh dewan juri yang terdiri dari Carunia Mulya Firdausy, Ninok Leksono dan Iwan Samariansyah berdasarkan kriteria, mencakup penggunaan EYD, gaya bahasa, substansi, deskripsi, investigasi analisa dan solusi.
Selengkapnya penerima Anugerah Ristek 2009 untuk kategori jurnalis diraihh)Rohmat Haryadi (Majalah Gatra), Wahyu Kuncoro SN (Harian Bhirawa), dan Aprika Rani Hernanda (Bisnis Indonesia).

Hakteknas 2009
Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) tiap tahun dirayakan sebagai pertanda bagaimana teknologi memainkan peran dalam kancah pertumbuhan di Indonesia, dalam perspektif, politik, ekonomi, maupun dalam perspektif sosial.
"Jika di masyarakat ada mitos bahwa teknologi adalah sesuatu yang eksklusif dan sifatnya sulit, itu adalah mitos yang menjadi pekerjaan rumah untuk kita lunturkan," kata Menristek Kusmayanto Kadiman pada peringatan Hakteknas ke-14 di Jakarta, Senin (10/8).
Dalam peringatan Hakteknas, ketiga menteri juga menyerahkan anugerah kepada pemerintah kabupaten dan kota, masyarakat, ilmuwan dan wartawan/penulis yang berprestasi dan memberikan sumbangan nyata bagi pemanfaatan iptek dalam pembangunan bangsa.
Pemenang anugerah kabupaten dan kota yang mendorong pembangunan iptek melalui peningkatan kompetensi kelembagaan dan sumber daya daerah adalah Kabupaten Jepara (kelembagaan terkait iptek), Kota Bandung (Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Iptek).
Selain itu, juga Kabupaten Karang Asem (sumber daya manusia terkait iptek), Kota Magelang (Anggaran Litbang dan Pemanfaatan Iptek), Kota Palu (kegiatan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan iptek), dan Kabupaten Bangka Selatan (Pengembangan Program Iptek).
Rangkaian peringatan Hakteknas Ke-14 tahun 2009 disemarakkan dengan kegiatan Pameran Ritect Expo 2009 yang diselenggarakan di 9 kota secara berurutan, yaitu Manado, Banjarmasin, Malang, Kupang, Jepara, Padang, Palembang, Makassar, dan Jakarta. Dialog interaktif membahas 6 bidang fokus iptek (pangan, energi baru dan terbarukan, teknologi informasi dan komunikasi, transportasi, pertahanan dan keamanan, serta kesehatan dan obat) yang ditayangkan di TVRI dan TV-One, serta penyerahan 101 Inovasi dan Atlas Indonesia. (ist)

Kamis, 25 Juni 2009

Saat Bunda Belajar Pidato.....



Malam itu, tepatnya Jumat (18/6) kulihat bunda gelisah tak menentu… Kutemukan ada kecemasan dan kegelisahn di wajahnya. Ketika kutanyakan ada apa ? Ternyata jawabannya sungguh di luar dugaan. Ternyata bunda bingung karena esok harinya harus memberikan sambutan kesan dan pesan mewakili orang tua murid. Ya, besok paginya Sabtu (20/6) adalah hari perpisahan siswa-siswi Play Grup Aisyiah 7 Wiyung – Surabaya.
”Lho memang kenapa, hanya pidato saja kok bingung, biasa saja kali,” ungkapku menanggapi kegelisahan bunda.
”Mau biasa bagaimana, lha wong belum terbiasa kok,” balas bunda dengan sedikit sewot.... Ohh... ya, emang selama ini Bunda belum pernah pidato dimuka umum...
Jadi dech,, malam itu aku mengajari satu demi satu kalimat yang harus diucapkan dalam pidato sambutannya nanti... Ternyata memang susah untuk memulai memberikan sambutan untuk pertama kali... Berkali-kali bunda menghapalkan kata-kata yang harus diucapkan.. Persis sama ketika masih SMA dulu dapat tugas harus menghapalkan bacaan Sholat..
”Bunda, pidato itu jangan dihapalkan.. mengalir saja,” saranku demi melihat bunda nggak hapal-hapal naskah pidato yang disampaikannya... Karena kasihan melihat bunda yang nggak hapal2.. aku tawarkan ya sudah aku saja nanti yang memberi sambutan.
”Nggak pa2 kan kalo ayah yang memberi sambutan,” saranku memberi jalan keluar.
”Ayah, memang nggak ingin lihat bunda maju kok,” jawab bunda dengan sengit.... Ehh.. bener juga.
”Ya, sdh kalo begitu,” jawabku singkat...
Syukurlah malam itu akhirnya bunda bisa menghapalkan naskah pidato yang sebenarnya hanya berisi belasan kalimat itu.
Esok harinya, saat2 yang dinantikannya tiba... Bertempat di Puri Matahari – Surabaya acara perpisahan digelar...
Satu demi satu perwakilan sekolah dan Komite sekolah maju ke depan memberi sambutan. Kulirik wajah bunda yang tegang menunggu panggilan MC.. Akhirnya, saat itu tibu.
”Selanjutnya perwakilan dari orang tua siswa akan memberi kesan dan pesan yang akan diwakili bunda Retno Susilowatie,” demikian Mc memanggil bunda untuk memberi sambutan.
Tidak sampai hati aku melihatnya... Kudengarkan satu demi satu kalimat yang disusun semalam diucapkan dengan lancar. Dalam hati aku bersyukur, karena bunda bisa melewatinya dengan lancar.....
Sungguh aku ikut lega dan bahagia melihat wajah bunda yang terlihat plong usai memberi sambutan.
Secara umum acara perpisahan berlangsung lancar-lancar. Namun satu hal yang membuatku bahagia adalah karena ksatria kecilku diumumkan menjadi juara kelas dari play grup tersebut.
Sebenarnya aku tidak terlalu kaget, karena menurutku Risyad anak yang cerdas. Namun sifat malunya acap menutupi kelebihan dan kecerdasannya yang dimiliki itu. Namun ternyata para guru-gurunya bisa menemukan kelebihan yang ada padanya. Melihat wajah dan sikap Risyad sungguh aku menemukan jiwaku di dalam dirinya… Semoga Risyad akan menjadi ksatria kebanggaan keluarga, bangsa dan agama…
Tetaplah melangkah menggapai citamu anakku….

Rabu, 10 Juni 2009

Kisah Manohara dan Harga Diri Bangsa

Manohara Odelia Pinot sudah kembali ke pangkuan ibundanya, Daisy Fajarina, di Jakarta. Manohara berhasil kabur dari lingkaran istana setelah mengikuti sebuah kegiatan di Singapura. Disebut-sebut pula Biro Intelijen Federal (FBI) dan Kedubes Amerika Serikat berjasa dalam ’pembebasan’ perempuan yang pernah menjadi model itu, Surya (1/6).
Agaknya, di samping menjadi urusan relasi privat keluarga Sultan Kelantan dengan keluarga Manohara, kini masalahnya akan meningkat ke ranah kenegaraan antara Indonesia dengan pemerintah Malaysia. Khususnya lagi publik akan mempertanyakan sejauh mana sebenarnya peran negara, dalam hal ini pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi warga negaranya. Wajar kiranya kalau publik mempertanyakan peran negara, karena boleh dikata Manohara berhasil bebas berkat insiatif-insiatif sendiri, bukan karena sikap proaktif Kedubes RI di Kuala Lumpur.
Sekali lagi keberhasilan Manohara kembali ke tanah air tentu melegakan kita. Namun dibalik kelegaan kita karena bisa menyaksikan pertemuan mengharukan antara ibu dan anak setelah sekian lama didera ketidakpastian menyisakan fakta yang menyesakkan kita. Betapa tidak, keberhasilan Manohara melepaskan diri dari dekapan kerajaan Kelantan Malaysia juga mempertontonkan betapa kita sebagai bangsa dipermalukan. Kita sebagai negara hanya bisa menyaksikan betapa hebatnya FBI dan Kedubes As dalam menyelamatkan warga kita sendiri. Kita juga menyaksikan betapa lebih pedulinya lembaga intelegen FBI dari AS dan Keduber Amerika dibandingkan dengan Kedubes RI sendiri ? Dimanakah letak harga diri bangsa ini ketika nasib warganya justru diselamatkan oleh bangsa lain?
Rasa malu akibat memudarnya harga diri sebagai bangsa semakin terasa karena di saat bersamaan kita sebagai bangsa hanya diam saja ketika Kapal perang Malaysia memasuki wilayah Kedaulatan RI di sekitar pulau Ambalat. Belum lagi kisah panjang dan selalu terulang bagaimana TKI kita diperlukan di Malaysia ternyata tidak juga membuat bangsa kita berani bersikap tegas. Berlebihankah kalau ada yang menuduh kita sebagai bangsa pengecut?

Dimana Keberanian Kita?
Adalah kenyataan bahwa pada tahun 1960-an kekuatan pertahanan RI merupakan yang terkuat di Asia Tenggara. Pada tahun 1980-an Indonesia dinilai tergolong negara ’macan Asia’ dalam ekonomi, khususnya karena faktor minyak dan gas bumi. Selain itu, diplomasi Indonesia masa lalu menunjukkan sikap yang lebih tegar dan percaya diri. Namun, kini bangsa lain tidak lagi melihat kekuatan Indonesia itu. Selain itu, bangsa lain seperti Malaysia telah berkembang maju saat Indonesia malah mundur.
Untuk membuat bangsa lain menghargai, kita harus meningkatkan harga diri dan martabat bangsa. Sukar mengharapkan orang lain menghargai kita kalau kita sendiri tidak menghargai diri sendiri. Usaha meningkatkan harga diri dan martabat bangsa akan menimbulkan citra lain dari yang sekarang sehingga membuat persepsi bangsa lain terhadap Indonesia lebih positif.
Martabat Indonesia pernah tinggi saat banyak bangsa memandang tinggi prestasi kita mencapai kemerdekaan melalui perjuangan kemerdekaan. Namun karena kemerdekaan itu tidak diikuti prestasi menonjol dalam berbagai bidang, khususnya ilmu pengetahuan, teknologi, dan ekonomi, kini penilaian tinggi itu tidak banyak sisanya.
Yang masih dinilai tinggi adalah seni tradisional Indonesia, khususnya dari Bali. Namun, dalam hal ini pun kita harus waspada karena ada keunggulan kita yang ’diaku’ bangsa lain, misalnya seni batik yang dipaten oleh Malaysia dan pertunjukan berbagai seni Indonesia di Singapura seakan-akan itu miliknya. Semua itu terjadi karena kelemahan kita dalam manajemen dan kurangnya semangat usaha jika dibandingkan dengan negara tetangga itu.
Lantaran itu, setiap orang yang merasa jadi pemimpin dalam bidang apa pun wajib menggerakkan lingkungannya dalam peningkatan harga diri dan martabat bangsa. Para pemimpin harus menunjukkan teladan dalam mengejar keunggulan (excellence) bagi diri ataupun organisasi yang dipimpin. Dengan kata lain, sikap pengecut yang dipertontonkan oleh para pemimpin kita bisa jadi akan ikut berkontribusi dalam membentuk karakter bangsa sebagai bangsa yang pengecut.

Hubungan Pasang Surut
Hubungan RI-Malasyia memang sangat dekat. Saking dekatnya kadang malah memunculkan persoalan-persoalan yang sesungguhnya dapat merusak hubungan baik. Sejak beberapa tahun lalu hubungan RI-Malaysia sering mengalami pasang surut. Kadang memanas, kadang membaik. Tapi inilah romantika hubungan persaudaraan tadi.
Kasus perebutan Pulua Sipadan/Legitan misalnya, sempat membuat hubungan kedua negara sedikit tegang. Demikian halnya dengan kasus penganiayaan TKI di Malaysia. Ketegangan semacam ini memang tidak hanya terjadi sekali. Kalau masih ingat di era Soekarno dulu, hubungan RI-Malaysia juga sempat memanas. Waktu itu Perdana Menterinya Tunku Abdul Rahman (1957-1970). Baru setelah perdana menterinya digantikan oleh Tun Abdul Razak (1970-1976), berikutnya Tun Hussein (1976-1981), hubungan bilateral kedua negara mulai membaik. Setelah Dr. Mahathir Mohamd menjadi perdana menteri dari tahun 1981-2003, hubungan RI-Malasyia menjadi teramat dekat, sehingga muncul sebutan kala itu Mahathir Mohamad sebagai ’Soeharto Little’.
Eratnya hubungan RI-Malaysia, karena kepemimpinan Mahathir Mohamad sangat menghormati nilai budaya dan sejarah. Di era itulah pembangunan di Malaysia tumbuh amat pesat, banyak mahasiswa Malaysia yang sekolah di Indonesia. Ada yang di IAIN (sekarang UIJ), di UGM, di UI.
Kita pun diuntungan, karena negeri itu memprioritaskan kehadiran TKI. Keberadaan TKI di Malaysia tentu sangat membantu negara itu, terutama dalam hal pembangnuan presarana dan sarana. Mulai dari jalan tol, gedung pencakar langit, sampai perkebunan. Tanpa TKI mana mungkin ada gedung pencakar langit berdiri di negeri itu. Demikian juga di sektor perkebunan, tanpa kehadiran TKI Indonesia, tak mungkin Malaysia mampu memproduksi minyak sawit terbesar di Asia. Sebaliknya bagi kita, Malaysia setidaknya menjadi lahan bagi TKI untuk mendapatkan kesempatan kerja. Oleh sebab itu, kedua negara ini memang saling membutuhkan.
Munculnya persoalan terkait dengan kasus penganiayaan warga negara RI di negeri itu (Baca : Manohara), harusnya tak akan terjadi kalau rakyat Malaysia bisa mempelajari sejarah masa lalu. Kenapa kasus semacam itu terjadi? Karena anak bangsa di negeri itu tak memahami, bahkan masih menunjukkan keakuannya, atau boleh disebut “congkak”. Mereka tak pernah belajar sejarah, dan tak paham sistem pemerintahan dan kemajuan negerinya sendiri. Kondisi diperparah oleh sikap para pemimpin kita yang lemah dan lembek. Jadilah bangsa kita bulan-bulanan negara tetangga semacam Malaysia. Bukan hanya Malaysia sebagai negara saja yang ’meremehkan’ kita tetapi warga negara mereka (Baca : Kerajaan Kelantan) juga ikut-ikutan meremehkan bangsa ini.
Sebagai bangsa yang memiliki idiologi, nasionalisme, tentu siapapun akan terusik dengan perlakukan tak tak terpuji Malaysia berikut warga negaranya , yang dapat semene-mena melakukan penganiayaan warga negara Indonesia. Kita tentu sangat berharap para pemimpin kita berani bersikap sebagai pemimpin sebuah bangsa yang besar bukan pemimpin yang merunduk ketika dihina dan dilecehkan. Sikap nasionalisme dan keberanian itu perlu kita tunjukkan karena harga diri sebagai bangsa Indoensia telah diusik.

Kamis, 21 Mei 2009

Wartawan Bhirawa Juara Harapan III Lomba Jurnalistik ESDM

Wartawan Harian Bhirawa Wahyu Kuncoro SN harus berpuas diri meraih juara harapan ketiga dalam Journalist Writing Competiton yang digelar Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Ajang yang melombakan katagori artikel dan foto tersebut akhirnya dimenangkan wartawan Jakarta Globe Reva Sasistiya dan fotografer Kompas, Lucky Pransiska. Keduanya masing-masing berhak atas hadiah Rp10 juta. Selain uang tunai, Reva dan Lucky juga berhak atas hadiah kunjungan ke Freeport . Demikian disampaikan humas Fortune PR Dadan dalam jumpa pers Senin (25/5) kemarin.
Menurut Dadan, lomba yang digelar Departemen ESDM kerja bareng dengan Fortune PR dan Indonesiaenergywatch.com menyediakan total hadiah Rp52,5 juta, di luar hadiah kunjungan dan voucher Telkomsel. Karya artikel dan foto peserta ditetapkan yang diterbitkan dalam media massa periode Februari hingga April 2009.
Urutan pemenang selengkapnya : Kategori artikel: (1). Reva Sasistiya (Jakarta Globe: Carbon Credits Eyed for ‘Fast-Track’), uang tunai Rp10 juta + kunjungan ke Freeport. (2) . Rudi Ariffianto (Bisnis Indonesia: Berharap Banyak pada Gas Kota), uang tunai Rp. 7,5 juta + kunjungan ke Kaltim Prima Coal. (3). Anjar Fahmianto (Republika: Hemat Energi dengan Kotoran Sapi),uang tunai Rp5 juta + Kunjungan ke Kilang Balongan Pertamina). Pemenang harapan: (1). Dudi Rahman (Investor Daily News: Eksplorasi Isi Perut di Pundak Ahli Geologi),uang tunai Rp2,5 juta + voucher Telkomsel Rp500 ribu. (2). Egenius Soda (Majalah Tambang: Genderang 10.000 MW Tahap II Mulai Ditabuh), uang tunai Rp2,5 juta + voucher Telkomsel Rp400 ribu. (3). Wahyu Kuncoro SN (Harian Bhirawa. Surabaya: Alternatif Pilihan Atasi Krisis Energi), uang tunai Rp2,5 juta + voucher Telkomlsel 300 ribu. Kategori Foto: (1) Lucky Pransiska (Kompas), uang tunai Rp10 juta + Kunjungan ke Freeport. (2). Saiful Bahri (Antara), uang tunai Rp7,55 juta + kunjungan ke Kaltim Prima Coal. (3). Yusuf Ahmad (Reuters), uang tunai Rp5 juta + kunjungan ke Kilang Balongan . ist

Senin, 11 Mei 2009

Hidup benar-benar harus memilih……

Tidak mudah dan sederhana memang menjadi kepala keluarga. Banyak pilihan-pilihan yang sesungguhnya terlihat sederhana namun ternyata banyak menguras pikiran dan perasaan.
Sebagai seorang kepala keluarga dengan kemampuan ekonomi yang relatif pas-pasan tentu harus berpikir panjang agar bisa menjaga biduk keluarga tetap kokoh berdiri, dan lebih penting lagi adalah agar masa depan keluarga lebih baik.
Dalam jangka pendek yang aku pikirkan memang bagaimana bisa segera menyelesaikan istana kecilku.. Dengan income sebagai seorang wartawan koran kecil memang seperti bermimpi bisa memiliki istana kecil dalam jangka pendek. Namun aku selalu percaya, bahwa berapapun yang kita terima harus disisakan untuk ditabung demi mewujudkan mimpi memiliki istana kecil. Imbasnya memang tidak banyak anggaran yang bisa digunakan untuk sekadar bersenang-senang. Namun, bagiku itu tidak mengapa.
Dalam situasi serba terbatas tersebut kadang harus dihadapkan pada pilihan apakah harus menyenangkan keluarga sekarang ataukah mempersiapkan kebahagiaan di masa mendatang..... Memang mudah untuk menjawab, keduanya harus seimbang... Idealnya, memang sebagai suami bisa membahagiakan anak dan istri di saat-saat sekarang ini... Namun kadang kala keinginan tersebut harus bertabrakan dengan langkah untuk membangun dan investasi di masa mendatang... Kadang aku bersedih ketika istriku tercinta protes, kenapa belanja tidak cukup atau mepet ? Aku selalu mengatakan karena gaji juga hrs ditabung, untuk asuransi dll....
”Jadi demi kebagian anak kita mendatang, apa salahnya kita saat ini sedikit menahan diri” demikian selalu kilahku saat diprotes... Meski terlihat tegar, namun kadang hatiku menangis ketika melihat istri bersedih hanya gara-gara meminta sesuatu yang tidak aku penuhi....
Meski sebenarnya tidak sampai hati melakukannya, tetapi aku kadang harus memilih membuat istriku kecewa... Tetapi percayalah semua adalah untuk kepentingan dan kebaikan keluarga...... bersambung (ngantuk....)

Selasa, 05 Mei 2009

”Parpol Tak Konsisten Terapkan Sistem Rekrutmen Kepemimpinan”





Surabaya, Bhirawa
Partai politik tidak memiliki konsistensi untuk menerapkan sistem rekrutmen yang telah dibangunnya sendiri. Akibatnya banyak kader-kader potensial yang dimiliki parpol menjadi tidak mendapatkan tempat. Demikian penilaian Dr Yuddy Chrisnandi, ME salah satu capres yang diusung oleh Dewan Integritas Bangsa (DIB) seusai menjadi pembicara pada Dialog Kebangsaan yang digelar Credo Studies, Selasa (5/5) kemarin.
Sebagai bukti, papar anggota Komisi I DPR RI, sebagian besar partai masih menyandarkan pada figur-figur yang sudah tua. Misalnya PDIP masih tergantung pada figur Megawati, PAN masih dikendalikan Amien Rais bahkan partai-partai baru pun juga dihuni oleh figur-figur lama seperti Hanura masih dikendalikan Wironto, Gerindra oleh Prabowo Subianto dan sebagainya. Hal yang kurang lebih sama pun terjadi di Golkar.
”Meski saya dari Golkar, harus diakui Partai ini dalam urusan rekrutmen kepemimpinan cenderung pragmatis dan melupakan aspek kompetensi dan regenerasi. Akibatnya, struktur kepengurusan di DPP ya itu-itu saja,” jelas anggota Dewan pakar Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) ini. Meskipun banyak kekurangan yang ada di tubuh Golkar, Yuddy masih tetap istiqomah untuk terus berjuang bersama Golkar.
”Meski banyak tawaran untuk bergabung dengan partai lain baik partai lama maupun baru, namun saya tetap konsisten untuk tetap di Golkar. Saya percaya di Golkar masih banyak orang-orang baik yang bisa diajak untuk membangun partai dan bangsa ini,” jelasanya mantap. Lantaran itu, Doktor ilmu polik dari Universitas Indonesia (UI) ini menyatakan kesiapannya untuk memimpin Golkar dalam Munas Golkar tahun 2012 mendatang.
”Sudah saatnya anak muda diberi kesempatan jadi pemimpin. Dan saya siap memimpin Golkar menuju yang lebih lagi,” ucapnya mantap yang disambut tepuk tangan meriah peserta dialog.
Dialog kebangsaan yang dimoderatori Redaktur Pelaksana Bhirawa Wahyu Kuncoro SN tersebut juga menghadirkan pengamat politik Haryadi, Msi dari Fisip Unair Surabaya. Dalam analisisnya, Haryadi menilai bahwa keberadaan partai saat ini lebih banyak mengabaikan peran normatif partai. Terbukti, sedikit sekali partai yang mau membangun modal sosial, melakukan pendidikan politik dan sebagainya.
”Politisi lebih sibuk ngurusi dirinya sendiri dan melupakan peran sosialnya terhadap masyarakat,” jelas Haryadi. Akibatnya, banyak tokoh-tokoh dan pimpinan partai politik yang gagal menjadi caleg. Kondisi tersebut lanjut Haryadi merupakan ongkos yang harus dibayar oleh para politisi khususnya para pimpinan partai yang tidak pernah berkomunikasi dengan konstituennya. bhi

Kamis, 05 Maret 2009

Wartawan Bhirawa Juara II Lomba Penulisan Ozon

Surabaya, Bhirawa
Dalam rangka Hari Ozon Internasional dan 20 tahun Protokol Montreal, Kementerian Negara Lingkungan Hidup telah mengadakan Lomba Penulisan Artikel tentang Perlindungan Lapisan Ozon di Media Massa. Lomba terbuka untuk kalangan jurnalis/wartawan dan masyarakat umum.
Asisten Deputi (Asdep) Urusan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup Ir. Sulistyowati, MM saat jumpa pers Kamis (5/3) kemarin menjelaskan lomba penulisan ozon tersebut diikuti ratusan peserta baik dari kalangan jurnalis dan masyarakat umum. Setelah melalui seleksi ketat, jelasnya panitia berhasil menetapkan tiga nama yang berhak mendapatkan piagam penghargaan dan hadiah uang tunai dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
Adapun pemenang selengkapnya adalah : Juara I : Maria Padmasanti Bunga Naen (Kupang Pos) dengan artikel berjudul Melindungi si Pelindung Bumi mendapatkan piagam penghargaan dan uang tunia senilai Rp. 5.000.000. Juara II : Wahyu Kuncoro SN (Harian Bhirawa) dengan judul artikel Menuju Kota yang Ramah Ozon mendapatkan piagam penghargaan dan uang tunai Rp. 4.000.000. Juara III Andi Noviriyanti (Riau Pos) judul artikel Ternyata Lapisan Ozon itu Gas berhak atas piagam penghargaan dan uang tunai senilai Rp. 3.000.000.
Lebih lanjut menurut Sulistyowati, tujuan lomba penulisan adalah mendorong para jurnalis dan masyarakat turut berpartisipasi dalam menyebarluaskan informasi tentang permasalahan penipisan lapisan ozon dan penanggulangannya ke masyarakat luas.
”Artikel yang dinilai layak dan disetujui untuk diikutkan pada lomba ini adalah artikel yang diterbitkan di media massa dengan periode waktu mulai 1 Januari 2008 hingga 30 September 2008,” jelasnya lagi.
Penilaian lomba artikel dilaksanakan oleh dewan juri yang mempunyai keahlian di bidang perlindungan lapisan ozon, bahasa dan penulisan artikel. ist

Kamis, 26 Februari 2009

Awal yang indah dan membahagiakan.....


Kebahagiaan bagiku tidak lagi berarti karena hatiku bahagia. Tetapi kebahagiaan menurutku adalah ketika orang-orang di sekitarku merasa bahagia. Sebahagia apapun aku, tiada akan berarti ketika orang di sekitarku tidak merasakan bahagia. Namun sungguh merupakaan kebahagiaan tiada terkira ketika orang yang aku sayangi dan cintai bisa merasakan kebahagiaan.. meskipun sebenarnya hatiku sedang sedih.. Alangkah indahnya ketika bisa melihat mereka tertawan dan bahagian, dan alangkah tersayatnya hatiku ketika melihatnya terluka dan berduka....
Siapakah orang yang bisa membuatku bahagia? Tiada lain istri dan anakku..
Dialah matahariku di kala siang dan bintang-bintangku di kala malam..
Tatkala hatiku dingin dan beku ada matahari yang akan selalu menghangatkan dan mencairkan , dan tatkala hariku kelabu ada sinar indah bintang-bintang yang kan menghiasinya...
Yach, siang itu Jumat (27/2) seuasai Salat Jumat kumendapatkan kebahagiaan itu.. Bagi orang lain mungkin ini hal yang kecil, tapi bagiku ini meruapakan awal yang indah dan membahagiakan.. Mengapa ? Tidak lain karena bintang hidupku (baca : anak) Risyad Nazhir Aqila menjadi juara harapan III lomba mewarnai tingkat play grup sekecamatan Wiyung-Surabaya. Aku bahagian bukan karena anakku mendapatkan piala.. Tetapi aku merasa bahagia ketika melihat kstaria kecilku yang begitu bahagia kalau juara.
"Risyad sama seperti ayah yaa juara," kata anakku ketika tahu dia juara. Risyad meskipun masih kecil pingin juga bisa juara. Maklum dia ternyata juga tidak mau kalah dengan ayahnya yang memiliki beberapa koleksi piala. Tiap dia berlatih melukis selalu mengatakan biar nanti dapat piala seperti ayah..
Kebahagiaan lainya adalah ketika melihat istri terlihat lega dibalik kelelahannya yang selalu setia mendamping Risyad berlajar mewarnai.. Yach, selama ini memang dia yang banyak mendampingi Risyad saat les menggambar.. Melihat istriku ceria sungguh menjadi air penyejuk disaat menghadpi hidup yang demikian panas dan melelahkan ini.. Semoga semua ini akan menjadi awal yang indah.... Amien...

Menyuburkan Akar Budaya Pancasila yang Meranggas

Pengantar : Esai berjudul “ Menyuburkan Akar Budaya Pancasila yang Meranggas ” karya Wahyu Kuncoro SN ini merupakan naskah yang berhas...