Rabu, 13 Maret 2013

Menyemai Kurikulum, Menggapai Masa Depan

Kurikulum pendidikan baru atau kurikulum 2013 akan diberlakukan pada tahun ajaran baru 2013/2014 untuk seluruh sekolah di tingkat SD, SMP dan SMA atau sederajat. Pelaksanaan kurikulum baru ini direncanakan secara bertahap. Sebagai tahapan menuju pemberlakuan kurikulum baru, pemerintah melakukan uji publik yang akan berlangsung hingga 23 Desember 2013 mendatang. Tujuannya, mendapatkan masukan dan saran dari berbagai lapisan masyarakat secara terbuka dan transparan. Selain itu, uji publik dimaksudkan untuk memberikan rasa saling memiliki dari masyarakat tentang kurikulum baru nanti. Perubahan kurikulum pendidikan sejatinya merupakan hal yang wajar, bahkan sudah menjadi sebuah keniscayaan sebagai implikasi perubahan zaman. Perubahan kurikulum pada wilayah lain juga bisa dibaca sebagai bagian dari responsi pemerintah terhadap harapan, masukan, kritik dan saran dari masyarakat yang menghendaki adanya penyesuaian atas kurikulum lama yang berlaku hingga saat ini. Artinya, perubahan kurikulum merupakan konsekuensi logis dari perubahan sistem politik, sosial-budaya, ekonomi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Perubahan kurikulum dikonsepsikan agar pendidikan mampu mencetak SDM yang beriman, bertaqwa, cerdas, terampil, berani berkompetisi dan bertanggung jawab terhadap bangsa dan negara. Ikhtiar ini diyakini dapat mencetak peserta didik yang kelak di usia 40-50 tahun atau di masa emas 100 tahun kemerdekaan Indonesia tahun 2045, dapat menjadi pemimpin di segala sektor. Terlepas dari kontroversi yang terjadi, perubahan kurikulum yang dirancang oleh Mendikbud M. Nuh tentu sudah berdasarkan hasil evaluasi yang matang dan tidak hanya untuk kepentingan sesaat, sehingga perubahan kurikulum tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia secara menyeluruh. Investasi Masa Depan Semangat kurikulum baru yang, - antara lain - hendak lebih menyederhanakan (jumlah) mata pelajaran, dianggap memenuhi harapan para orang tua siswa yang selama ini ikut merasakan anaknya menanggung beban pelajaran yang terlampau banyak atau berat. Berdasar kurikulum baru ini, jumlah mata pelajaran di tingkat SD dan SMP bakal banyak dikurangi. Kalau sebelumnya 10 mata pelajaran, nanti hanya ada enam mata pelajaran. Di tingkat SMP, 12 mata pelajaran diringkas menjadi 10 mata pelajaran. Namun, jam pelajaran akan ditambah. Misalnya, untuk kelas 4–6 SD, 32 jam pelajaran per minggu akan ditambah menjadi 36 jam per minggu. Untuk siswa SMP, pelajaran ditambah enam jam per minggu dan SMA ditambah dua jam per minggu. Selain itu, muatan kurikulum baru yang akan lebih berbasis pada pendidikan karakter, juga dianggap selaras dengan tuntutan masyarakat mengenai kian perlunya penguatan kembali pada pengembangan kepribadian siswa yang unggul dan luhur. Dengan kurikulum yang memberi penekanan dalam hal moralitas dan pendidikan karakter ini diharapkan anak didik bisa lebih toleran lagi dalam pergaulan di masyarakat. Singkatnya, kurikulum baru itu bertujuan menyeimbangkan aspek akademis dan karakter anak-anak Indonesia. Dengan demikian, nantinya sistem pembelajaran adalah berbasis penguatan penalaran, bukan sekadar hafalan. Secara faktual, setidaknya merujuk pada hasil sejumlah survei internasional menunjukkan bahwa siswa Indonesia jauh tertinggal dibanding negara-lain. Pada 2007, survei Trends in International Math and Science yang diadakan Global Institute mencatat, hanya 5 persen siswa Indonesia yang bisa mengerjakan soal berkategori tinggi. Padahal, di Korea, ada 71 persen siswa yang mampu menyelesaikan soal tersebut. Untuk soal berkategori rendah, ada 78 persen siswa Indonesia yang mampu mengerjakan, sedangkan siswa Korea hanya 10 persen. Programme of International Student Assessment (PISA) pada 2009 menempatkan Indonesia di peringkat 10 besar terbawah dari 65 persen negara peserta PISA. Gambaran ini tentu tidak boleh dibiarkan. Harus ada upaya mendasar untuk mendongkrak kualitas pendidikan nasional. Karena itu, dengan risiko apa pun, perubahan kurikulum yang dilandasi oleh semangat perbaikan tersebut harus didukung semua pihak. Investasi di bidang pendidikan tidak boleh ditunda dengan dalih apapun. Meminjam istilah Mendikbud M Nuh bangsa ini harus membeli masa depan dengan harga sekarang, yaitu dengan melakukan pembenahan secara sistematis terhadap konsep pendidikan maka harapannya bangsa ini akan menuju masa depan yang lebih gemilang. Salah satu jembatan emas menuju pendidikan berkualitas adalah dengan memperbaiki kurikulum yang ada. Di atas semua, hiruk pikuk bahkan mungkin kegaduhan yang terjadi mengiringi rencana pemberlakuan kurikulum pendidikan baru ini pastilah masih lebih murah social cost-nya dibandingkan kalau bangsa ini menunda-nunda pelaksanaan kurikulum. Artinya, akan terlalu mahal harga yang harus dibayar bangsa ini di masa mendatang kalau perubahan dan pembenahan system pendidikan nasional melalui perubahan kurikulum tidak segera dilakukan. Guru Ujung Tombak Meski sempat terjadi pro dan kontra ketika menyikapi perubahan kurikulum pendidikan nasional, namun ikhtiar pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan patutlah diberi apresiasi. Harapannya, perubahan kurikulum baru ini benar-benar mampu meningkatkan mutu pendidikan sesuai harapan masyarakat. Kita tentu tidak ingin kalau perubahan kurikulum itu hanya sekadar lagu lama yang mewakili ungkapan "Ganti Menteri, Ganti Kebijakan, dan Ganti Kurikulum". Dan jangan pula prasangka bahwa kurikulum baru nantinya akan lebih dirasakan oleh masyarakat sebagai sebuah aksi pencitraan atau sebagai sebuah proyek semata. Kalau hal itu yang terjadi tentu masyarakat akan kecewa. Apalagi adanya perubahan kurikulum itu akan mengorbankan anak didik serta membuat repot guru dan tenaga pendidik. Pada wilayah lain, perubahan kurikulum tersebut tidak akan ada artinya tanpa pembenahan guru dan sarana pendidikan, karena itu pemerintah juga menata guru melalui uji kompetensi guru (UKG) yang bertujuan untuk memetakan guru yang mumpuni dan perbaikan sarana pendidikan harus mendapat prioritas. Guru dan sekolah yang menjadi perantara dalam setiap perubahan kurikulum pendidikan harus memahami konsep kurikulum 2013, sehingga dapat mentransformasikan kebijakan yang digagas Mendikbud kepada pelajar dengan baik. Kalau semua pihak yang berkompeten dalam perubahan kurikulum pendidikan itu dapat melaksanakan dengan baik, maka harapan Kemendikbud untuk memperbaiki kualitas pendidikan dengan mencetak generasi berkarakter dapat terwujud. Maknanya, hal penting yang harus disiapkan Kemendikbud adalah peningkatan kualitas guru. Sebab, sebagus apa pun kurikulum 2013, kalau tidak didukung peningkatan kemampuan guru, tentu akan sia-sia. Karena itu, sembari mematangkan kurikulum, kualitas guru, terutama di daerah, perlu di-upgrade. Sebab, guru merupakan ujung tombak pelaksanaan kurikulum baru tersebut. Karena itu, peningkatan kualitas guru menjadi instrumen yang wajib dilakukan bersamaan dengan berlakunya Kurikulum Pendidikan Nasional 2013. Adanya kurikulum baru tentunya diperlukan waktu bagi guru untuk menyesuaikan dengan kurikulum baru, terutama bagi guru yang beralih mata pelajaran karena terkena penghapusan. Perubahan kurikulum juga harus disertai peningkatan mutu pembelajaran yang terus-menerus dan berkelanjutan. Perubahan kurikulum baru adalah penting, namun mempersiapkan guru agar lebih mampu mengoperasionalkan kehendak dari kurikulum baru adalah jauh lebih penting lagi. Sebab, betapapun idealnya kurikulum baru yang berhasil disusun, pada akhirnya, kunci penentu tetaplah berada di tangan para guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan kurikulum. Artinya, perubahan kurikulum bukanlah jaminan terjadinya peningkatan mutu pendidikan. Secara praktis di lapangan, kunci mutu pendidikan pada dasarnya berada di tangan guru, sebagai pelaksana kurikulum yang sehari-hari berinteraksi secara langsung dengan peserta didik. Kinerja guru, jelas akan sangat menentukan atas mutu pendidikan. Guru juga diharapkan tidak hanya mentransfer pengetahuan, tapi juga harus berperan sebagai pendidik. Jadi teladan dan mengerti psikologi perkembangan anak. Maknanya, pemberlakuan kurikulum ini tentu dengan harapan ke depan, cara berpikir murid akan berubah, yakni selalu mencari tahu dan melakukan observasi. Siswa diarahkan untuk merumuskan masalah, tidak hanya menyelesaikan masalah. Murid dilatih untuk berpikir analitis, bukan mekanistis. Di atas itu semua, harus dipahami bahwa hasil pembangunan karakter dalam kurikulum baru tersebut tidak bisa terlihat dalam jangka pendek. Mungkin butuh bertahun-tahun untuk menikmati hasil perubahan kurikulum tersebut. Masalahnya, masa jabatan Nuh tinggal dua tahun lagi. Belum tentu Mendikbud baru nanti mau meneruskan kurikulum baru itu. Jadi, Mendikbud harus bisa menjamin bahwa kurikulum baru tersebut akan berlaku dalam jangka panjang. Wallahu’alam bhis-shawwab ***

Tidak ada komentar:

Menyuburkan Akar Budaya Pancasila yang Meranggas

Pengantar : Esai berjudul “ Menyuburkan Akar Budaya Pancasila yang Meranggas ” karya Wahyu Kuncoro SN ini merupakan naskah yang berhas...