Minggu, 10 Maret 2013

Sentil Generasi Muda, Pentaskan ‘Generasi Prekethek’



Kekuatan seni memang luar biasa. Sesuatu yang awalnya terasa berat dan serius, menjadi sederhana dan mudah dipahami ketika seni dilibatkan. Melalui pentas seni kentrung dengan lakon generasi prekethek, para mahasiswa UPT Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya berhasil mengemas sebuah tema berat dan serius tentang bela negara menjadi pesan yang sederhana dan mudah dicerna.

Wahyu Kuncoro SN, Surabaya

Sebelum lakon Generasi Prekethek ini dimulai, sang dalang yang ditemani dua orang pemusik kentrung memasuki panggung. Di belakangnya menyusul seorang yang seluruh tubuhnya dilumuri cat warna perak metalik berjalan sambil  bambu runcing menuju pojok panggung dengan wajah dingin. Tokoh aneh yang menyita perhatian penonton ini langsung menaiki sebuah kotak berbentuk empat yang bagian sisi depannya bertuliskan Oentoek Rakjat Gubernur Prekethek.
 Sejurus kemudian sosok ini mengambil posisi sedikit menunduk sambil memegang bambu runcing. Dari posisinya baru ketahuan kalau dia sedang memerankan diri sebagai patung. Diam, pandangan dingin, tanpa ekspresi.
Cerita Generasi Prekethek ini diawali dengan tampilnya lima  anak muda dengan beragam dandanan dan gayanya. Dua orang memakai seragam SMA yang sedang asyik dengan gadget di tangannya. Sementara lainnya menggambarkan seorang perempuan gaul dengan rambut warna-warni dan dandanan yang serba wow.
 Kelima remaja sedang menggambarkan kehidupan remaja saat ini yang serba fun. Iringan house music yang menghentak semakin menegaskan suasana yang hendak digambarkan oleh lima remaja tersebut. Sesekali anak perempuan berseragam SMA meminum minuman keras, sementara lainnya asyik main game.
Di tengah-tengah para remaja ini bersenang-senang, mendadak bendera merah putih yang terpasang pada tiang yang sudah miring tiba-tiba  ambruk. Meski ambruknya di hadapan para remaja tersebut, namun tak satupun yang peduli dengan tiang bendera yang ambruk tersebut. Lantas datanglah seorang nenek-nenek yang mengingatkan para remaja tadi agar peduli dengan tiang bendara yang ambruk. Namun justru apa yang dilakukan si nenek jadi bahan tertawaan para remaja. Si  nenek ini pun hanya bisa menangis dan  meratapi tingkah laku para remaja tersebut. Di tengah tangis dan ratapan sang nenek, tokoh patung yang semula diam mendadak turun berjalan dengan tanpa ekspresi menghampiri tiang bendera yang tergeletak di lantai. Diambilnya tiang bendera tersebut lalu ditegakkan kembali. Sang patung pun mengambil posisi memberi hormat pada sang saka merah putih dengan diiring musik Indonesia Raya. Satu persatu remaja yang semua cuek dengan keberadaan merah putih itu ikut-ikutan memberi hormat kepada merah putih, sekaligus menandai berakhirnya cerita kentrung Generasi Prekethek.
Para undangan yang hadir mulai dari Direktur Bina Ideologi dan Wasbang Dirjen Kesbang Kemendagri Didik Suprayitno, Kepala Bakesbangpol Jatim Zainal Muhtadien, segenap undangan yang hadir beserta peserta sarasehan berdiri bertepuk tangan mengapresiasi seni kentrung yang dipentaskan para mahasiswa STKW.
“Sebuah pentas yang sederhana namun  memberi pesan yang secara subtansial sangat dalam dan mengena,” kata Didik Suprayitno saat dimintai komentarnya mengenai pentas kentrung yang menjadi acara pembuka sarasehan Fasilitasi Peningkatan Kesadaran Bela Negara bagi Generasi bagi Generasi Muda yang digelar Dirjen Kesbang bekerja sama dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Jatim, Sabtu (9/3) malam.
 Menurut pejabat yang merangkap sebagai Kepala Staf Pribadi Menteri Dalam Negeri ini, apa yang dilakukan Bakesbangpol Jatim kemarin sungguh menarik.
“Upaya kreatif yang patut ditiru daerah lain,” katanya. Menurut Didik, dengan mengemas acara menggunakan seni akan membuat pesan tersebut mudah diterima oleh siapa saja. Hal senada juga disampaikan Kepala Bakesbangpol Jatim Zaenal Muhtadien. Menurut Zaenal, seorang seniman itu adalah seorang yang jenius.
“Mereka bisa menyampaikan pesan yang rumit melalui cara yang sederhana,” tuturnya.
Sementara itu, dalang Seni Kentrung yang juga dosen STKW Surabaya Imam mengaku senang diberi kesempatan  untuk tampil di hadapan para pelajar dan mahasiswa. Pihaknya berharap, kelak pemerintah banyak memberi kesempatan pada seniman untuk ikut terlibat.
“Praktis kami hanya punya waktu latihan seminggu saja. Syukurlah kalau hasilnya tidak mengecewakan,” tambahnya.
Menurut Imam, kisah tentang Generasi Prekethek sebenarnya ingin menyentil para remaja untuk tetap memikirkan jati diri dan masa depan bangsa.
“Bolehlah mereka tetap mengikuti perkembangan zaman, tetapi jangan sampai melupakan nasib bangsanya,” tuturnya. Bagaimanapun lanjutnya, bangsa ini bisa mencapai kondisi yang saat ini adalah karena jasa-jasa para pahlawan yang telah mengorbankan jiwanya untuk bangsa. Ketika ditanyakan soal makna prekethek, Imam menjelaskan bahwa prekethek merupakan istilah keseharian yang merujuk pada sesuatu yang tidak bermanfaat.
“Generasi prekethek bisa berarti generasi yang tidak bermanfaat bagi zamannya alias generasi yang sia-sia,” jelasnya.
Kabid Integrasi Bangsa Bakesbangpol Tjahjo Widodo menjelaskan selain menampilkan kreasi dari para mahasiswa STKW, acara kemarin juga menampilkan kreasi dan prestasi yang ditampilkan para siswa sekolah lainnya, misal seni paduan suara dari SMA 6 Surabaya.
“Paduan suara ini baru saja memenangkan kejuaraan paduan suara di China,” jelas Tjahjo. Selain itu juga ditampilkan seni Nasyid dari SMA Muhammadiyah 2 Surabaya dan juga SMK 2 Surabaya.
Menurut Tjahjo, semangat bela negara tidak harus ditampilkan atau ditunjukkan ketika bangsa sedang menghadapi ancaman musuh. Tetapi bisa dilakukan dengan memacu mereka untuk terus berprestasi.



Para mahasiswa dari Klinik Seni UPT STKW Surabaya saat mementaskan seni kentrung dengan lakon Generasi Prekethek, Sabtu (9/3) malam.
“Era globalisasi adalah era persaingan yang harus dihadapi dengan kualitas. Inilah perang generasi muda sekarang,” tegas Tjahjo lagi. 


Tidak ada komentar:

Menyuburkan Akar Budaya Pancasila yang Meranggas

Pengantar : Esai berjudul “ Menyuburkan Akar Budaya Pancasila yang Meranggas ” karya Wahyu Kuncoro SN ini merupakan naskah yang berhas...